Wagub Optimis OPOP bisa Tumbuhkan Ekosistem Ekonomi Berbasis Syariah di Jawa Timur

 

LENSAJATIM ꞁꞁ       Penguatan program One Pesantren One Product (OPOP) di Jatim menjadi peluang besar untuk menjadikan ekosistem ekonomi syariah terus berkembang pesat. Pasalnya, sebanyak 6.864 Pondok Pesantren atau setara dengan 24,76 % dari total pesantren secara nasional berada di Jatim. Melihat keberadaan tersebut, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak merasa optimis akan berkembang pesatnya program OPOP di Jatim. 

“Kita harap Ponpes bisa fokus memilih satu produk unggulannya lalu nantinya akan di kembangkan. Tentunya, dalam proses pendampingan dan pemasaran juga tidak terlepas dari dukungan Pemerintah baik di Kabupaten maupun Provinsi,” kata Wagub Emil saat mengikuti Webinar Festival Ekonomi Syariah 2021 (FESyar) bertemakan Penguatan Literasi Ekonomi dan Keuangan Syariah Dalam Mendukung Strategi Nasional Keuangan di Ruang Kerja di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (30/9). 

Menurut Emil, komitmen Jatim sebagai regional ekonomi syariah tidak hanya difasilitasi melalui program OPOP saja. Program lain yang sudah berjalan seperti Santripreneur, Pesantrenpreneur, Sosiopreneur yang difasilitasi oleh OPOP Jatim Berdaya dalam permodalannya.

“OPOP Jatim Berdaya adalah salah satu bentuk layanan permodalan berbentuk kartu yang dapat difungsikan sebagai kartu ATM/debit, sehingga mempermudah proses transaksi akses bagi pelaku wirausaha berbasis pesantren,” jelas Emil.

Saat ini, ujar Emil, tercatat 550 Koperasi Ponpes di Jatim telah bergabung dengan OPOP dan 203 diantaranya telah terfasilitasi oleh OPOP Jatim Berdaya. Pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Jatim sendiri juga difasilitasi dengan perluasan pasar melalui digitalisasi market dengan adanya aplikasi OPOPMART. 

Tak hanya itu, Pemprov Jatim juga memiliki pondok kurasi guna membantu proses quality control produk halal. Selain itu, terdapat juga Rumah Kurasi dari BI di wilayah Kediri. 

Emil menyatakan, Produk halal unggulan yang nantinya lolos kurasi akan lanjut dipasarkan melalui gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) untuk pemasaran produk lokal. Tersedia juga Export Center untuk distribusi dan marketing produk-produk halal Indonesia ke kancah internasional. 

“Indonesia sekarang adalah importir halal food terbesar. Jika ingin menjadi pusat industri halal, maka kita harus mengenalkan produk-produk halal dari industri lokal sendiri, dan membalikkan posisi dari importir menjadi eksportir,” ungkapnya.

Selain itu, Emil juga menunjukkan pentingnya Sistem Informasi Produk Halal (Sipahala). Pasalnya, industri halal bukan hanya datang dari IKM, tapi juga UKM dan mikrobisnis. Di mana semua moda bisnis tersebut harus senantiasa dimonitor.

“Sistem Informasi Produk Halal merupakan salah satu faktor yang penting. Terutama bagi pendaftaran UKM, input data produk halal, hingga sertifikasi produk halal, semuanya akan diurus oleh Sipahala,” terang Emil. 

Tak berhenti di situ, Emil menyebutkan, untuk mewadahi semua produk industri halal dan mewujudkan peningkatan dalam hal ekonomi syariah, Pemprov Jatim telah membangun Kawasan Wisata dan Industri Halal Indonesia.

Hal ini menjadi penting karena pasar produk halal Asia pasifik di tahun 2030 akan mencapai 62 %, di mana konsep halal sudah menjadi gaya hidup masyarakat global. 

Diharapkan, proyek-proyek tersebut dapat menjadi pusat seluruh UKM melalui produk-produk halal untuk terus berkarya.

Apalagi menurut Emil, Ekonomi Syariah dan Industri Halal saat ini menjadi dua hal yang penting. Mengingat, Indonesia adalah negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Terlebih melihat bagaimana ekonomi Indonesia di antara negara Islam lainnya kian mengalami peningkatan. 

“Kita harus membuat inovasi sebagai negara yang mayoritas adalah muslim. Ini menjadi penting berapa sesungguhnya ekonomi Indonesia di antara muslim countries mengalami peningkatan dan kian bertumbuh,” jelasnya.(*/Red)